Halaman

Minggu, 10 Oktober 2010

Usut Tuntas Korupsi Pembangunan RPA Petukangan Utara!!!


Jakarta, Warta Otonomi
Terkait dengan adanya indikasi korupsi pada proyek pembangunan Sentralisasi Rumah Pemotongan Ayam (RPA) LSM mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) segera memeriksa Kepala Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Kasudin P2K) Jaksel beserta Panitia Lelang dan Direktur PT Gompar Paluga Jaya (GPJ) selaku rekanan. Pasalnya, dalam pelaksanaan proyek yang dilakukan rekanan sarat nuansa korupsi yang merupakan hasil dari kong kalikong antara rekanan dengan Panitia Lelang dan Kasudin.
Sebagai bukti nyata, dalam palaksanaan proyek, urugan tanah untuk pembangunan sentralisasi RPA tersebut di Kelurahan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan terjadi penyimpangan pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan kontrak dan spesifikasi material yang digunakan. Selain itu, pelaksana proyek juga dituding tidak transparan dalam melaksanakan proyek karena tidak pernah mencantumkan nilai harga proyek dan waktu pelaksanaan.
Edi Naibaho, Ketua Bidang Investigasi LSM Satria Bangsa mengungkapkan, dari data yang dimiliki pihaknya, PT GPJ, yang berkedudukan di Jalan Ampera V No 41, Gunung Sahari, Jakarta Utara selaku pemenang lelang kegiatan pengurugan tanah dan pembuatan turap RPA dengan kode rekening 522.20.03015, tahun Angaran 2010 yang dibiayai APBD dengan SPK No.1336/1712.36 tidak mendatangkan tanah merah sebanyak 11000 m3 untuk mengurug lokasi proyek itu dari luar Jakarta sesuai dengan dokumen kontrak. Dalam pelaksanaannya PT GPJ justru hanya menggeser tanah yang ada di sekitar lokasi untuk mengurug lahan dimaksud.
Bahkan dari bekas galian yang ada, volume urugan yang harusnya mencapai 11000 m3 sesuai  yang ada dalam kontrak kerja juga diragukan terpenuhi karena urugan hanya terlihat sedapatnya saja. Menurut Edi, apa yang terjadi pada proyek kegiatan pengurugan dan pembuatan turap senilai Rp.3 milyar lebih di Sudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Selatan itu jelas merupakan pelanggaran kontrak kerja dan dapat dipidanakan. Karena dalam setiap kontrak kerja,  biaya angkut, biaya sewa kendaraan, ijin lintas, koordinasi lingkungan dan lain lain sudah termasuk dalam Rencana Anggaran Biaya  (RAB) dalam melaksanakan setiap kegiatan proyek.
Bila dalam pelaksanaannya yang tertera pada RAB tidak ada, maka indikasi mengarah kepada adanya kong kalikong antara pejabat Sudin P2K Jakarta Selatan dengan pelaksana pproyek. “Kami minta parat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini karena patut diduga telah terjadi kolaborasi antara pemborong nakal dan pejabat nakal yag mengakibatkan timbulnya kerugian Negara,” pungkasnya. Rus

Mayoritas Pekerjaan Rekanan Dinas PU Tak Sesuai Spek


Jakarta, Warta Otonomi
Harapan masyarakat Jakarta akan adanya peningkatan kualitas infrastruktur
tampaknya semakin jauh dari harapan. Pasalnya dari tahun ke tahun kualitas pembangunan yang dibiayai APBD DKI itu seperti jalan di tempat, bahkan boleh dibilang semakin.
Pantauan Warta Otonomi di lapangan, banyak pelaksanaan pembangunan yang bermutu buruk. Salah satu contohnya pekerjaan peningkatan jalan yang dilaksanakan Dinas PU DKI ternyata tak sesuai Spek. Kesimpulan itu disebabkan rekanan Dinas PU yang mengerjakan peningkatan jalan di wilayah Kecamatan Kebayoran Lama  tersebut, saat dikonfirmasi beberapa hari lalu tak mampu membuktikan ucapannya.
Jenis Hotmix yang digunakan pemborong dan dikatakannya kepada wartawan dan LSM ternyata tak sama dengan jenis Hotmix yang digelar. Selain itu untuk ketebalannya juga tak sesuai antara pernyataan sang rekanan dengan apa yang ada.
Menindaklanjuti temuan itu,  Lembaga Swadaya Masyarakat Satria Bangsa (LSM - SB) akan segera mengirim surat somasi kepada Kepala Dinas PU Provinsi DKI,  Ery Basworo, untuk membuktikan adanya kecurangan  pada setiap pekerjaan yang ada di unit tersebut.
Selain itu, LSM Satria Bangsa akan melakukan uji lapangan dengan melakukan kor dan memeriksakannya di laboratorium secara independent. Hal ini ditegaskan Solo Gurning, Ketua Umum LSM Satria Bangsa terkait banyaknya pekerjaan rekanan Dinas PU yang tidak sesuai kontrak.
Proyek Sudin PU Jalan Jaksel Asal-asalan
Selain proyek di atas, proyek peningkatan jalan di wilayah yang sama, yang dilaksanakan rekanan Suku Dinas PU Jalan Jakarta Selatan (Sudin PU Jalan Jaksel) juga tak jauh berbeda, dikerjakan secara asal-asalan. Pekerjaan tersebut dikatakan asal-asalan, karena pekerja menggelar Hotmix dengan menggunakan peralatan seadanya seperti pengki. Bahkan untuk memadatkan Hotmix pekerja hanya memakai mesin mini. Hasilnya, selain pemadatannya tak maksimal permukaan jalan menjadi bergelombang.
Pantauan Warta Otonomi, kinerja rekanan Sudin PU Jalan Jaksel di Kecamatan Pesanggrahan juga buruk. Pasalnya, ditemukan peningkatan jalan yang sangat tipis dan tak sesuai spek. Bahkan karena sangat tipisnya, permukaan jalan yang lama pun masih kelihatan dengan jelas. Hal itu ditunjukan H Herman, salah seorang warga Petukangan Utara yang kecewa dengan proyek peningkatan jalan di lingkungannya.
Menurutnya, hasil peningkatan jalan yang ada di lingkungan rumahnya itu sangat mengecewakan, karena kualitas jalan yang lama masih lebih bagus dari hasil peningkatan yang ada sekarang. Karena hasilnya kasar dan  sangat tipis, warga Petukangan itu terpaksa menutupi lagi permukaan jalan di depan rumahnya dengan semen. “Alasannya, agar jalan yang kasar itu tidak terbawa air hujan,” katanya. Rus

Penyerapan Anggaran di Sudin PU Jalan Jakbar Akal-akalan


Jakarta, Warta Otonomi
Alokasi anggaran perbaikan jalan di Kota Administrasi Jakarta Barat menuai kritik. Pasalnya, banyak pemeliharaan jalan justru dialokasikan untuk jalan yang masih layak sedangkan yang jalan yang benar-benar rusak parah bahkan sudah terlihat bagai kubangan kerbau justru didiamkan. Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum (Kasudin PU) Jalan Jakarta Barat, Yusmanda Faizal pun dituding melaksanakan penyeraan anggaran akal-akalan. Ketua Bidang Investigasi LSM Satria Bangsa, Edi Naibaho, pekan lalu mengatakan, Sudin PU Jalan Jakarta Barat pada tahun 2010 ini mendapat alokasi anggaran cuku besar sekitar Rp 72 miliar lebih. Namun, anggaran besar tersebut nampaknya hanya akan menguntungkan kasudin dan beberapa rekanan binaannya.
Akakl-akalan Kasudin menurut Edi terlihat dari alokasi anggaran yang banyak diperuntukkan justru untuk jalan yang masih layak. Sedangkan jalan yang sudah benar-benar rusak tidak diperbaiki. Ini berarti, Kasudin tidak terlebih dahulu melakukan cek dan ricek dalam melakukan kajian untuk mengajukan anggaran perbaikan jalan. “Dari hasil survey yang kami lakukan, beberapa jalan yang masih sangat layak mendapat perbaikan. Tetapi jalan yang sudah sangat buruk kondisinya seperti di Jalan Karya, Jalan Swdaya, Jalan Anyar Utara Raya dan Jalan Utara Raya justru tidak diusulkan untuk diperbaiki. Ini sangat aneh,” jelasnya.
Edi juga mengungkapkan, dari hasil investigasi pihaknya, proses penyerapan anggaran di unit ini mulai dari proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa hingga proses pengawasan pelaksanaan pekerjaan selalu bermasalah dari tahun ke tahun. “Bahkan kami mengetahui ada beberapa proyek yang sudah diplot kepada rekanan binaan dari tahun lalu. Ini jelas menunjukan jaringan KKN di unit tersebut masih menggurita. Kami akan terus melakukan pemantauan dan sesegera mungkin melaporkan temuan-temuan yang kami miliki,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasudin PU Jalan Jakarta Barat, Yusmanda Faizal belum berhasil dikonfirmasi terkait hal ini. Beberapa kali Warta Otonomi mencoba mendatangi katornya yang bersangkutan selalu tidak berhasil ditemui.

Tiga Tahun Pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Foke Hanya Jago “Omdo”


Jakarta, Warta Otonomi
Beberapa kalangan menilai kepemimpinan Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI Jakarta jauh dari harapan. Selama tiga tahun Fauzi menjadi orang nomor satu di Ibu Kota, banyak program utama justru mandek dan tidak sesuai dengan janji kampanye. Artinya, Foke sapaan akrab Gubenur hanya jago di omongan doing alias “Omdo”.  "Ternyata hanya bagus di awal pemerintahan. Realisasinya, banyak yang terbengkalai," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Sayogo Hendrosubroto kemarin.
Menurut Sayogo, program yang tidak terurus justru program untuk mengatasi persoalan penting Jakarta, yaitu banjir, transportasi, sampah, dan tata ruang. Menurut dia, koordinasi antara DKI Jakarta dan daerah penopang, seperti Bogor, Depok, Bekasi, serta Tangerang, tidak berjalan. "Dulu sempat ada, namun (kini) tidak ada perkembangannya," kata Sayogo. Drainase juga dinilai masih amburadul.
Soal transportasi, menurut dia, kemacetan masih menjadi momok bagi pengguna jalan. Transjakarta belum optimal, sehingga masyarakat masih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Sedangkan dalam hal tata kota, pembangunan pusat perekonomian, keramaian, serta permukiman masih terkumpul di pusat Jakarta.
Ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, berpendapat pemerintah Gubernur Fauzi Bowo minim inisiatif. Menurut dia, sejumlah program merupakan limpahan pemerintahan sebelumnya. "Fauzi Bowo tidak layak mengklaim keberhasilan. Program unggulan, seperti kanal banjir dan busway, digagas pemerintah sebelumnya," ujar Yayat.
Soal tata ruang wilayah, kata Yayat, pemerintah Fauzi masih memiliki sejumlah kelemahan. Hal itu tampak dari banyaknya penyimpangan tata ruang wilayah, seperti di Jalan Antasari. Di sana, penyegelan sejumlah tempat usaha tidak jelas penyelesaiannya. "Penyimpangan bisa dibuktikan pula dari rencana pembangunan pusat perbelanjaan di bekas Taman Ria, Senayan," kata Yayat.
Perihal lingkungan hidup, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Jakarta Ubaidillah menyatakan, meski memiliki konsep gemilang, aplikasi program pemerintah provinsi belum maksimal. "Go Green masih sebatas slogan dan tidak menyentuh hal substansial," kata Ubaidillah. Ia mencontohkan kasus reklamasi pantai utara Jakarta, yang telah merusak ekologi, khususnya Jakarta Utara.
Komunitas pengguna sepeda tidak ketinggalan menagih janji pemerintah provinsi menyediakan lajur untuk sepeda. Jalur sepeda, kata Chandra Meizir, pendiri Komunitas Ontel Batavia, dinilai akan mampu membantu mengurai kemacetan.
Menurut Chandra, saat ini ada sekitar 800 ribu unit sepeda di Jakarta. "Kalau rutenya ditata rapi, banyak masyarakat yang akan beralih menggunakan sepeda."

Ada Jaringan Mafia Hukum di Mapolda Sumut


Jakarta, Warta Otonomi
Dibalik kesuksesannya menggulung sindikat perampok Bank CIMB Medan, Markas Polda Sumatera Utara (Mapolda Sumut) ternyata memiliki sindikat mafia hukum. Bahkan, Kapolda Sumut, Irjen Pol. Oegroseno dituding melindungi jajarannya yang terlibat sindikat mafia hukum. Hal ini terungkap saat Direkur PT Sunota Ido Utama (PT SIU), Saidin Yusuf Y Purba SH memohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan calon Kapolri, Komjen Pol. Timur Pradopo melalui aksi damai di depan Istana Negara atas perlakuan oknum penyidik Polda Sumut yang diduga terlibat jaringan mafia hukum karena membuka blokir dana sebesar kurang lebih Rp 1,3 miliyar miliknya dan menyerahkannya kepada terpidana, Sapti Manalu yang nyata-nyata telah divonis penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan selama 1 tahun 8 bulan.
Saidin juga memohon kepada Komisi III DPR-RI untuk mendesak Presiden agar memerintahkan Kapolri yang baru untuk melindungi saksi korban dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan segera melakukan penggantian uang yang diblokir dan dibuka oleh oknum pejabat Polda Sumut kepada PT SIU serta mendesak pembentukan tim khusus untuk memberantas jaringan mafia hukum di Polda Sumut.
Dalam realese yang diterima Warta Otonomi, kronologis pemblokiran dana PT SIU berawal pada tanggal 1 Oktober 2008 antara Saidin dengan MAM selaku Direktur CV Alpha Centauri dan sampai saat ini sebagai terdakwa di PN Medan, membuat Surat Perjanjian dan Kesepakatan Bersama sewa perusahaan. Setelah berjalan kurang lebih 3 bulan, ada indikasi Sapti Manalu sebagai penghubung kedua perusahaan telah melakukan penggelapan uang tagihan sebesar kurang lebih Rp 117 juta hasil penjualan barang DAK Pendidikan Tahun 2008 dari Kabupaten Deli Serdang.
Setelah ditelusuri, tindak pidana penggelapan yang dilakukan Sapti Manalu akhirnya terbukti dan yang bersangkutan divonis 1 tahun 8 bulan. Dari bukti-bukti yang diketemukan antara MAM dengan terpidana Sapti Manalu ternyata telah membuat kerjasama lagi di Notaris Muliana Sebayang SH, antara dirinya dengan EG sebagai Wakil Direktur di CV AIpha Centauri tertanggal 14 Nopember 2008. Anehnya mereka diberi kuasa untuk membuka rekening di Bank Sumut tanpa sepengetahuan PT SIU, setelah rekening dibuka di Bank Sumut Cabang Setia Budi dengan nomor rekening 114.01.04.0000-1 atas nama CV AIpha Centauri dan nomor rekening 114.02.04.0000007-7 atas nama Sapti Manalu.
Maka, semua tagihan dari Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Tanah Karo masuk ke rekening gelap tersebut. Hingga akhirnya, Saidin selama kurang lebih 1,5 bulan berusaha menempuh upaya kekeluargaan, agar tagihan tidak dimasukan ke dalam rekening gelap tersebut. Namun, para pelaku tidak mengindahkannya, hingga akhirnya, dikarenakan perbuatan itu sudah jelas melawan hukum, pada tanggal 15 Februari 2009 Saidin melaporkan kasus tersebut ke Direktorat Reskrim Poldasu dengan Nomor Laporan No.Pol:STPL/45-A/ll/2009/Dit-Reskrim, perihal telah terjadi tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dengan cara menagih uang tanpa hak dan mengaku kuasa Direktur CV Alpha Centauri yang mengakibatkan kerugian terhadap korban Rp 2.147.470.000. Beberapa hari kemudian, pihak pelapor juga melakukan permohonan kepada Kapolda agar dana yang telah dimasukkan ke rekening gelap tersebut diblokir. Permohonan tersebut disetujui Kapolda dengan melakukan pemblokiran.
Setelah laporan berjalan 6 bulan, PT SIU memohon kepada penyidik agar dana yang diblokir dijadikan barang bukti dan apabila tidak menyalahi, barang bukti uang yang diblokir tersebut dapat dipinjam oleh PT SIU. Akan tetapi oknum penyidik Poldasu, AKP RA Sitinjak (sekarang berpangkat Kompol-red) menyarankan agar pembukaan blokir dibicarakan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah berkas kasus dinyatakan lengkap atau P21. Setelah laporan tindak pidana yang dilaporkan berjalan lebih satu tahun, PT SIU mengajukan permohonan kepada Ketua Majelis Hakim sebanyak 3 kali untuk dapat mencairkan dana yang diblokir sebagai pinjaman barang bukti dengan cara memerintahkan Bank Sumut untuk memindahbukukan ke rekening BCA Utan Kayu Jakarta atas nama PT SIU dengan nomor 58 000 84 212 atau ke rekening Bank Sumut dengan nomor 100.02.04.005040-2 atas nama Saidin Yusuf Y Purba SH.
Namun pihak Saidin sangat terkejut karena penyidik tidak mencantumkan dana yang diblokir sebagai barang bukti, sebagaimana surat pemberitahuan Majelis Hakim tertanggal 12 Juli 2010 kepadanya dan tembusan ke Kapolda serta Kajatisu, dimana tembusan tersebut diantar langsung oleh Saidin setelah dibicarakan kepada oknum penyidik Direskrim Polda Sumut untuk segera menjadikan dan mengikutkan nomor rekening CV AIpha Centauri 114.01.04.0000-1 dan nomor rekening 114.02.04.0000007-7 atas nama Sapti Manalu sebagai barang bukti, karena di dalam kedua rekening tersebutlah uang yang digelapkan dimasukan terpidana.
Setelah didesak, maka pada tanggal 23 Juli 2010, Direskrim Polda Sumut mengirim permohonan agar dibuatkan penetapan barang bukti tabungan di Bank Sumut atas nama CV AIpha Centauri dan rekening atas nama Sapti Manalu disita dan dijadikan barang bukti. Akan tetapi setelah diteliti terdapat kesalahan yang sangat fatal. Secara jelas Direskrim sengaja membuat nomor rekening dan nama pemilik berlawanan. Dalam permohonan penyitaan dicantumkan Tabungan Bank Sumut atas nama CV AIpha Centauri sementara nomor rekening adalah nomor rekening pribadi Sapti Manalu sebagaimana Penetapan No.2433/SIT/PID/2010/PN Medan tanggal 29 Juli 2010 yang ditandatangani oleh Erwin Mangatas Malau SH MH sebagai Wakil Ketua PN Niaga dan HAM Medan. Diduga kuat ada unsur kesengajaan dari pihak Direskrim.
Saidin pun segera memberitahukan kepada pihak Direskrim yang diterima AKBP AS pada Rabu 18 Agustus 2010 pukul 13.30 hingga 15.00 WIB bertempat di ruang kerja AKBP AS. Saidin pun segera menyurati Ardy Djohan SH sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan nomor surat:019/PT-SIU/VII-2010 tanggal 23 Juli 2010 dengan tembusan Ketua PN Niaga dan HAM Medan, Kapolda Sumatera Utara dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dimana semua tembusan surat langsung diantar dan diterima pada tanggal 24 Agustus 2010.
Sebelumnya, setelah mencium ada indikasi bahwa dana yang diblokir akan dibuka oleh oknum penyidik dan akan diberikan kepada terpidana Sapti Manalu, maka kepada AKBP AS, dugaan tersebut disampaikan oleh Saidin. AKBP AS kemudian menceritakan bahwa seorang oknum Kolonel Angkatan Udara telah datang meminta agar dana yang diblokir dibuka dan diberikan kepada Sapti Manalu. Setelah bicara panjang lebar kurang lebih 2 jam AKBP AS memberi jaminan bahwa dana yang dia ketahui kepastiannya adalah dana PT SIU, dirinya menanyakan langsung ke terpidana Sapti Manalu tentang keberadaan dana yang diblokir. AKBP AS mengatakan “Siapapun yang datang tidak takut dan tidak akan membuka blokir, percuma seorang lulusan terbaik Akpol bila hanya diintervensi seorang Kolonel Angakatan Udara yang tidak ada sangkut pautnya" sehingga pihak Saidin sangat percaya.
Dari hasil pertemuan kedua kali dengan AKBP AS, pada Kamis 26 Agustus 2010 pukul 11.00 WIB hingga 12.15 WIB di ruang kerjanya, dia kembali memberikan jaminan bahwa dana tidak bisa dicairkan oleh siapun. “Tunggu ada keputusan yang sangat jelas dari PN dan apabila kesalahan ada pada penyidik sebelumnya maka penyidikan ulang akan dilakukan. Saya sudah melaporkan penyidik ke Propam dan telah mencopotnya karena tidak becus bekerja,” tegasnya seraya kembali memberi jaminan bahwa blokir tidak akan dibuka.
Pada Kamis 16 September, Saidin kembali menanyakan AKBP AS melalui pesan singkat untuk menanyakan perkembangan dana yang diblokir dan sekaligus memberitahukan keberadaan dirinya yang saat itu sedang di Medan. Dirinya mendapat jawaban bahwa AKBP AS hendak melapor ke Kapolda. Setelah Kalpolda setuju Blokir akan ditandatanaani Direskrim Polda Sumut. Hari Senin 20 September 2010, ada informasi kepada dirinya bahwa dana yang diblokir di rekening gelap CV AIpha Centauri telah dicairkan semua pada tanggal 17 September 2010 dengan rincian, penarikan pertama Rp 400 juta, penarikan kedua Rp 500 juta, penarikan ketiga Rp 250 juta dan penarikan keempat pada hari itu juga sebesar Rp 117 juta. Setelah ditanyakan kepada AKBP AS kenapa blokir sudah dibuka, dengan entengnya AS menjawab bahwa wewenangnya adalah hanya membuka blokir.

Pelayanan Masyarakat Dijadikan Ajang Bisnis Oknum Petugas Kelurahan Sunter Agung


Jakarta, Warta Otonomi
Pelayanan masyarakat di kantor Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara dijadikan ajang mencari keuntungan oleh oknum petugas kelurahan. Bahkan, oknum petugas tersebut bertindak secara terang-terangan dalam meminta imbalan sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu untuk pelayanan yang diberikannya kepada warga. Hal ini dialami Fardi, salah seorang warga ketika meminta surat pengantar yang biasa dikenal dengan PM1 kepada salah seorang oknum petugas kelurahan berinisial H, beberapa waktu lalu.
Kepada Warta Otonomi, Fardi menuturkan dirinya meminta tolong untuk dibuatkan pengantar Surat Keterangan Usaha (SKU) untuk kelengkapan administrasi dalam menjalankan usahanya. Surat pengantar yang sudah dilengkapi pengantar dari RT/RW setempat kemudian diberikan kepada petugas kelurahan tersebut dengan memberikan biaya sebesar Rp 100 ribu yang diminta petugas tersebut dengan alas an biaya administrasi. Namun, saat surat keterangan dimaksud selesai dan Fardi hendak mengambilnya, dia dimintai kembali biaya sebesar Rp 100 ribu tanpa alasan jelas.
Ferdi pun mencoba menanyakan alas an kenapa dirinya dimintai kembali biaya sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk pengantar tersebut sebesar Rp 200 ribu, namun tidak mendapat jawaban dari oknum petugas tersebut. Bahkan, dia mencoba untuk menemui Lurah Sunter Agung, Doni Soleh untuk melaporkan kejadian ini namun tidak berhasil karena Lurah tersebut tidak berada di tempat. Dia berharap, untuk maksimalnya pelayanan kepada masyarakat pungutan-pungutan seperti itu tidak ada lagi, terutama untuk warga yang tidak mampu. “Kasihan kan kalau sudah warga miskin diperlakukan seperti itu pasti dia enggan untuk meminta pelayanan ke kantor kelurahan,” ujarnya. Nang/Jut